Hari ini Aku Bercerita


Assalamu'alaikum Wr.Wb.


I hope I never lose it.
I get mystified by how this city screams the memories.
I'm so terrified of if it ever walk away again and again.
Hope it never too well.

Awal tahun 2019; mungkin sekitar bulan maret; langit menangis berusaha meredam rintihanku di balkon masjid. Pandangan tak begitu jelas; namun sejak itu aku tahu bahwa ujian hidupku telah hadir di usiaku yang ke-18 tahun.

Setiap malam; berselimut udara dingin di Jember; aku menangis, marah, kecewa, mempertanyakan: "kenapa ini harus terjadi pada diriku?". Tidak ada yang mendengar; tidak ada yang mengerti; karena aku tahu bahwa aku sendiri.

Hari-hari kulewati di perkuliahan; aku mulai menjauh dari segala hal; melamun; bahkan teman-teman yang dulu dekat denganku sering bertanya: "kamu kenapa Rin, gamau kumpul sama kita lagi?". Aku cuman bisa membalas dengan senyuman. Aku tahu lebih baik aku simpan ini sendiri. Aku hanya takut di judge. Aku tidak butuh semangat dari siapapun dan tetap mempertanyakan: "kenapa hanya aku?, kenapa aku bahkan tidak mengenal seorangpun yang merasakan hal yang sama denganku?"

Sepulang dari kuliah; aku sering berkendara keliling Jember sambil menangis; hanya jalanan yang mampu mengerti aku; memperdengarkan tanpa bertanya; memperdengarkan tanpa menunjukkan ekspresi yang membuatku bertanya tentang apa yang dipikirkan setelah mendengarkanku. Terkadang aku membeli banyak makanan coklat, minuman coklat; berpikir bahwa itu akan membuatku lebih baik.

Definisi orang bodoh mungkin melekat di diriku; padahal dulu aku selalu semangat ketika belajar tutorial; menyelesaikan ppt ketika ujian; namun semua berubah; akademikku merosot drastis. Aku bahkan tidak peduli ataupun menangis ketika mendapat nilai jelek. Aku hanya lelah. Aku lelah untuk tidak baik-baik saja.

Hingga mungkin; aku sadari ada satu hal indah dalam hidupku; yang mungkin aku sadari tidak layak kumiliki. Aku hanya takut ketika aku terlalu buruk. Aku tahu itu tidak merubah apapun dan hanya akan semakin menenggelamkanku.

Suatu hari, ada sebuah hal yang mungkin memang aku butuhkan; hal yang hilang; dan setidaknya pada hari itu; untuk sejenak saja aku diizinkan untuk merasakannya kembali untuk sebentar saja. Walaupun aku ingin merasakannya lebih lama lagi; aku tahu ini ujianku. Mungkin itu cara Tuhan untuk mengetuk hatiku seolah dengan lembut mengelus kepalaku "Farin hambaku, bangkitlah, Allah akan selalu bersamamu, kamu tidak sendiri."

Sejak hati itu, aku berjanji pada diriku; aku akan berubah. Aku harus berubah. Mungkin aku telah kehilangan banyak hal; namun sedih dan marah akan semakin membuatku kehilangan lebih banyak hal lagi.

Pada tahun 2020; dengan izin Allah; aku mulai memperbaiki hidupku; pelan-pelan aku mulai aktif ikut kegiatan-kegiatan di kampus; mulai memiliki lingkungan persahabatan; mulai memperbaiki akademikku; Alhamdulillah semua kembali.

Aku bersyukur dengan cara Allah mengetuk pintu hatiku; jika telat 1 semester saja aku tidak segera berubah untuk memperbaiki diri; jika nilaiku tetap saja amburadul merosot; mungkin saja aku sudah dikeluarkan dari FK. Mungkin kehidupanku akan jauh lebih buruk lagi. Mungkin aku akan benar-benar kehilangan segalanya. Namun, jika memang takdirku; Allah izinkan aku untuk menjadi dokter kelak. InsyaAllah.

Pada suatu hari; aku merasakan ada suatu hal yang berbeda dengan temanku. Sebenarnya aku tidak terlalu dekat dengannya; namun entah mengapa aku tahu ada suatu hal yang berbeda dengannya; dia merasakan hal yang sama denganku. Aku tahu. Aku bisa merasakannya. Namun, pada waktu itu aku masih belum berani untuk menghubunginya. Hingga, ada sebuah kejadian yang membuatku takut dan menangis; aku hanya takut jika dia melakukan hal yang sama denganku; aku takut jika dia menghancurkan dirinya sendiri. Akhirnya aku menghubunginya; untuk pertama kalinya aku berani menceritakan masalah kehidupan yang harus kujalani kepada seseorang. Feelingku benar. Kita sama. Kita merasakan hal yang sama. Kita saling memahami satu sama lain.

Akhirnya, pada waktu itu ketika aku masih berada di Jember; sehari sebelum dia pergi; ke sebuah tempat yang aku tahu bahwa tempat itu akan menjadi tempat dimana dia bisa menyembuhkan dirinya; hal yang sama yang pernah menyembuhkan diriku. Kita berencana untuk meminjam sepeda FK untuk berolahraga sambil bercerita tentang kehidupan. Namun, ternyata kami tidak menemukan satpam yang berjaga; akhirnya kita memutuskan untuk berjalan kaki.

Beberapa minggu sebelum bertemu; sebenarnya aku sempat menelpon salah satu dokter psikiatri untuk berkonsultasi; aku bercerita dengan menangis; aku berusaha untuk menahan tangisanku; namun tetap saja menetes. Namun, hari itu entah kenapa; aku mampu untuk bercerita dengannya sambil tertawa; seolah masa lalu yang berat di kehidupanku hanyalah masalah yang telah berlalu. Dibalik maskerku; aku tahu dia bisa melihat senyumanku. Ketika mendengar cerita darinya; aku merinding; aku ingin menangis; dulu aku berpikir mungkin aku yang menguatkannya; aku salah; aku tahu dia jauh lebih kuat dariku. Dia sudah berusaha untuk bunuh diri berulang kali. Aku tahu; Allah masih sangat menyayanginya. Dia bilang: "Iman yang menguatkanku, Rin." Dari hal tersebut aku tersadar bahwa Allah tidak pernah salah menitipkan ujian kehidupan pada hambanya. Masih teringat ketika dulu pertama kali mengenalnya; aku selalu terkagum dengan segala hal yang ada pada dirinya; pernah ketika ada suatu kejadian dimana kita semua berpikir negatif; dan hanya dia yang berpikir positif. Dulu aku hanya mengira dia anak yang polos; aku salah; dia anak yang kuat.

Dibalik maskernya, aku lihat matanya; aku bersyukur bisa mengenalnya. Aku bersyukur bisa berbagi cerita dengannya. Dia anak yang baik. Aku yakin Allah akan menghadiahkannya hal yang luar biasa atas kesabarannya.

Pelan-pelan Allah bukakan kenyataan bahwa aku tidak sendiri; kamu harus banyak bersyukur, Rin. Allah sangat baik kepadaku.

Terimakasih yaAllah atas segala hal yang terjadi pada kehidupanku. Aku ikhlas jika memang itu adalah ujian hidupku.

Gresik, 13 Desember 2020 (12:22)

Comments